1.
Tari Gambu
Pada awalnya tari Gambu lebih dikenal dengan
Tari keris, dalam catatan Serat Pararaton tari Gambu disebut dengan Tari Silat
Sudukan Dhuwung, yang diciptakan oleh Arya Wiraraja dan diajarkan pada para
pengikut Raden Wijaya kala mengungsi di keraton Sumenep Pada waktu perayaan
Wuku Galungan di kerajaan Daha Prabu Jayakatwang mengadakan acara pasasraman di
manguntur. Mengadakan adu kesaktian antar prajurit perang kerajaan untuk
mecari bibit-bibit unggul sebagai senopati perang kelak. Para jago yang
diandalkan oleh Raden Wijaya yakni Lembusora, Ranggalawe dan Nambi maju ke
arena pasasraman untuk berhadapan dengan para prajurit Daha yakni
Kebomundarang, Mahesarubuh dan Pangelet.Ternyata para prajuritnya Raden Wijaya
lebih unggul karena waktu dalam pengasingan di Sumenep selalu melakukan
latihan perang-perangan dengan memakai keris yang sampai saat ini diberi nama
tari gambu. Di dalam kitab Pararaton tari tersebut bernama tari Silat Sudukan
Dhuwung, yang di ciptakan oleh Adipati Arya Wiraraja (1269-1293) yang selalu
diajarkan pada para pengiring Raden Wijaya kala ada di Sumenep.
Tari Keris ciptaan Arya Wiraraja ini lama
sekali tidak diatraksikan. Pada masa kerajaan Mataram Islam di Jawa yakni pada
pemerintahan Raden Mas Rangsang Panembahan AGUNG Prabu Pandita Cakrakusuma
Senapati ing Alaga Khalifatullah (Sultan Mataram 1613-1645), seorang Raja yang
sangat peduli dengan seni dan budaya. Maka kala itu Sumenep diperintah oleh
seorang Adipati kerabat Sultan Agung yang bernama Pangeran Anggadipa tarian tersebut
dihidupkan kembali sekiotar tahun 1630, diberi nama “Kambuh” dalam bahasa Jawa
berarti “terulang kembali” dan sampai detik ini terus diberi nama Kambuh dan
lama kelamaan berubah istilah menjadi tari Gambu (dalam logat Sumenep)
Para penari pada umumnya terdiri dari empat
penari yang menggunakan pola posisi segi empat sebagai simbol keblat papat limo
pancer, menggunakan properti tombak dan tameng berukuran kecil, tameng terbuat
dari bahan memantulkan cahaya, dibagian struktur tari menjelang akhir terdapat
adegan perang-perangan. Tehnik gerak tari sangat jarang mengangkat
gerak kaki, tetapi lebih dominan pergeseran kaki yang melekat ketanah, hal ini
mirip dengan gerakan latihan tenaga dalam yang dilakukan oleh seni beladiri
tenaga dalam.
Konon para penari gambu tempo dulu, adalah
para penari yang mempunyai teknik pernafasan yang bagus. Pola-pola
pengendalian pernafasan tersebut antara lain dilakukan dengan cara
mengkolaborasikan energi yang ada pada tubuh manusia dengan energi yang ada di
bumi (tanah). Pola lantai/komposisi tari juga menyiratkan simbol prapatan atau
menari dengan tekanan arah hadap kearah empat keblat. Tata busana menggunakan
celana setinggi lutut, baju lengan panjang dengan rompi, sembung (sampur), ikat
kepala model Sumenep.
Sumber: Lontarmadura.com
Tari Geleng Ro`om menceritakan perempuan Madura yang gemar
mengenakan gelang sejak zaman dulu. Semakin banyak gelang yang dikenakan,
menunjukkan kelas sosial dari orang tersebut."Gelang itu mempunyai
filosofi sebagai pemacu semangat bekerja bagi orang Madura hingga merantau ke
berbagai daerah lalu mengumpulkan jerih payahnya itu untuk membeli gelang emas
sebagai tanda kesuksesannya,” jelas Dimas Pramuka Admaji selaku penatatari
(koreografer) tarian ini sekaligus Ketua Sanggar Gita Maron Surabaya.
“Geleng Ro`om yang berarti gelang yang harum, merupakan tarian yang diadaptasi
dari Tari Topeng Getak dan Ronding asal Madura,” terangnya.
Latar belakang
Sebuah tarian yang mengangkat budaya Madura,
dimana gadis yang beranjak remaja diwajibkan memakai gelang kaki atau biasa
disebut Binggel atau Geleng. Simbol ini bukan semata-mata aksesoris semata
tentang tingkat sosial keluarga gadis itu, namun sebuah visualisasi keterikatan
dan kepatuhan terhadap norma, adat Madura.
Konsep garap
Geleng Ro’om disusun dengan pendekatan visualisasi
gerak tari khas Madura yang bersumber pada kehidupan kesehariannya, seperti
giat kerja kerasnya, kedinamisannya bertingkah dalam kehidupan seperti sebagai
petani, penjual sayur bahkan nelayan.Terlebih-lebih posisi perempuan dalam
upacara-upacara tradisi masyarakat Madura, dimana perempuan sebagai penopang
kehidupan keluarganya. Sedangkan penyusunan musiknya lebih didekatkan dengan
suasana musik khas Budaya Madura yang sangat didominasi perkusi, seperti musik
dug-dug, kenong telok yang sering mengiringi acara kerapan sapi dan terlebih
lagi telah muncul musik kolaborasi Semut Ireng Pamekasan yang mencoba mendekati
banyak unsur perkusi asal Madura, agar keserasian ragam gerak yang dieksplorasi
dapat sejalan dengan hadirnya musik khas tersebut.
Geleng Ro’om ditampilkan dengan aroma pulau
Madura.Sehingga mulai ragam gerak yang dipilih dan disusun, Musik maupun tata
busananya lebih didekatkan dengan kebiasaan perempuan Madura yang berdandan
cantik ala tradisi.Artinya kebiasaan mereka yang terbuka, dengan rias yang khas
memberikan pesona tersendiri bagi hadirnya seorang remaja Madura ini
berekspresi di atas panggung.
Bentuk Penyajian
Geleng Ro’om merupakan tari baru yang dalam
penyajiannya disajikan secara kelompok (lebih dari dua penari) dengan
pendekatan visualisasi gerak tari khas Madura yang bersumber pada kehidupan
kesehariannya, kerja keras, dinamis, cantik dan unik.dimana perempuan sebagai
penopang kehidupan keluarganya. Sedangkan penyusunan musiknya lebih didekatkan
dengan suasana musik khas Budaya Madura yang sangat didominasi perkusi, seperti
musik dug-dug, kenong telok yang sering mengiringi acara kerapan sapi dan
terlebih lagi telah muncul musik kolaborasi Semut Ireng Pamekasan yang mencoba
mendekati banyak unsur perkusi asal Madura, agar keserasian ragam gerak yang
dieksplorasi dapat sejalan dengan hadirnya musik khas tersebut.
a. Tata Busana
Tata busana pada tari Geleng Ro’om lebih
didekatkan dengan kebiasaan perempuan Madura yang berdandan cantik ala
tradisi.Artinya kebiasaan mereka yang terbuka, dengan rias dengan cubitan atau
garis-garis ala cupang merah di dahi dan leher yang khas memberikan pesona
tersendiri bagi hadirnya seorang remaja Madura ini berekspresi di atas
panggung.Bentuk dan pola riasan seperti itu adalah sebagai wujud kegairahan hidup
dan bekerja keras seorang perempuan Madura, dimana perempuan sebagai penopang
kehidupan.
Desain dan tata busana tari geleng ro’om
terdiri dari:
- Kebaya : Terbuat dari bahan kain borklat
bunga-bunga merah dengan potongan kebaya ber kutu baru atau potongan kain segi
empat bagian dada sebagai penutup antara tepi kebaya bagian kanan dan kiri.
- Entrok atau Kutang : Merupakan busana dalam
kebaya yang senada dengan warna kebaya. Kalaupun warna entrok dibikin kontras
dengan kebaya itupun tidak menjadi masalah karena kebiasaan kesukaan perempuan
Madura adalah warna mencolok dan kontras
- Kain panjang ( Bawahan) : Berbentuk kain
sarung dengan motif kain batik bunga merah dengan potongan/ desain ¾ atau
panjang di tengah-tengah betis di bawah lutut dengan wiron bagian tengah,
diharapkan agar gerak yang bervolume besar pada bagian kaki terkesan leluasa
dan tidak terganggu.
- Kain Sarung : Sarung di pakai pada bagian
luar kain panjang, berwarna hitam dengan garis pinggir merah pada tepi atas dan
bawah.
- Celana : Motif garis-garis merah putih.
Karena gerak tari Geleng Ro’om yang berpola
volume besar pada gerak kaki, dan pada angkatan-angkatan kaki yang berpola
menunjukan gelang pada kaki, sengaja memakai/mengenakan celana ¾ lebih panjang
2cm dari kain batik yang dikenakan.
- Gelung angka 8 : Merupakan tata rambut yang
tidak ada kesan tata rambut ber sasak atau contok. Sisiran plontos menunurut
garis kepala dan disisir kebelakang dengan sanggul angka 8 dibelakang dengan
hiasan sanggul dililit pita merah.
- Rinjing/kranjang : Merupakan asesoris,
properties dan busana bagian atas kepala dengan hiasan kain merah dan hitam
pada tepi rinjing.
Giwang
Bunga merah dan putih pada sanggul
Binggel pada dua kaki
Gelang kroncong pada tangan kanan dan kiri.
b. Tata Rias.
Tata rias pada tari Geleng Ro’om merupakan
gaya Kebiasaan mereka yang terbuka, dengan rias dengan cubitan atau garis-garis
ala cupang merah di dahi dan leher yang khas memberikan pesona tersendiri bagi
hadirnya seorang remaja Madura ini berekspresi di atas panggung.
Rias muka mengunakan rias cantik dan kaki
mengenakan garis-garis merah yang biasa disebut pacar dikenakan melingkar pada
bagian tumit.
Warna riasan pada mata mengunakan eye shadow
warna hitam dan merah dengan eye liner sebagai aksen tegas pada garis mata
dengan memakai bulu mata palsu sebagai pemanis dan sebagai alat bantu ekspresi
mata yang sangat dominan dan mempertegas mimik wajah pada tari Geleng Ro’om
ini.
c. Gerak tari
Geleng Ro’om disusun dengan pendekatan
visualisasi gerak tari khas Madura yang bersumber pada kehidupan kesehariannya,
seperti giat kerja kerasnya, kedinamisannya bertingkah dalam kehidupan seperti
sebagai petani, penjual sayur bahkan nelayan.Terlebih-lebih posisi perempuan
dalam upacara-upacara tradisi masyarakat Madura, dimana perempuan sebagai
penopang kehidupan keluarganya.
Dengan mencari kemungkinan-kemungkinan pola
gerak baru maka dalam proses garap selalu menggunakan metode eksplorasi gerak
serta improvisasi
dilakukan untuk memperoleh gerak-gerak baru
yang segar, spontan dan penataan ini dimulai dari eksplorasi atau penjelajahan
gerak, yakni pencarian secara sadar kemungkinan-kemungkinan gerak baru dengan
pengembangan dari ragam gerak baku gaya madura serta mengolah elemen dasar
gerak, waktu, ruang dan tenaga. Penataan gerak memperhatikan unsur ruang dan
waktu, etika dan estetika yang didukung oleh irama.
d. Musik Iringan Tari
Penyusunan musiknya lebih didekatkan dengan
suasana musik khas Budaya Madura yang sangat didominasi perkusi, seperti musik
dug-dug, kenong telok yang sering mengiringi acara kerapan sapi dan terlebih
lagi telah muncul musik kolaborasi Semut Ireng Pamekasan yang mencoba mendekati
banyak unsur perkusi asal Madura, agar keserasian ragam gerak yang dieksplorasi
dapat sejalan dengan hadirnya musik khas tersebut.
e. Durasi (lama penyajian)
Durasi pada tari Geleng Ro’om ini 5 menit
(lima menit) namun tidak menutup kemungkinan untuk menjadi lebih atau kurang.
Garap tari yang sengaja digarap berdurasi 5
menit ini karena merupakan sebuah tutntutan awal, yang mana bahwa pada proses
penggarapan berawal dari tuntutan kreteri festival pada Parade tari daerah tk
Nasional.
Geleng ro’om sebagai wakil DaerahJawa Timur.
Prestasi
Prestasi Geleng Ro’om :
- Tari terbaik Jawa Timur 2006 pada Festival
Koreografer Jatim 2006.
- Juara Umum pada Festival Parade tari Daerah
tk Nasional 2006
Dengan penghargaan :
Penata tari Terbaik 2006
Penata Busana dan rias Terbaik 2006
Penyji Tari Terbaik 2006
5 Unggulan musik Terbaik 2006.
Sumber: Lontarmadura.com
3.Tari Moang Sangkal
Tari muang sangkal adalah salah satu tarian
asli Sumenep.Kini tarian tersebut menjadi ikon seni tari di Sumenep.Tari muang
sangkal diciptakan oleh Taufikurrachman pada tahun 1972.tarian tersebut sejak
diciptakan hingga sekarang sudah dikenal di luar Madura dan luar
negeri.Tercetusnya tari muang sangk al dilatar belakangi banyak hal. Antara
lain, kepedulian para seniman dalam menerjemahkan alam madura yang sarat karya
dan keunikan. Juga mengangkat sejarah kehidupan kraton yang dulu pernah ada di
Madura (Sumenep).
Secara harfiah, muang sangkal terdiri dari 2
kata dari Bahasa Madura dengan makna yang berbeda.Muang mempunyai arti membuang dan sangkal bermakna petaka.Jadi, muang sangkal bisa diterjemahkan sebagai tarian untuk membuang
petaka yang ada dalam diri seseorang.Sebenanya gerakan dalam tari muang sangkal
tidak jauh berbeda dengan tarian pada umumnya. Namun, ada keunikan yang menjadi
ciri khas tarian tersebut, antara lain:
- Penarinya harus ganjil, bisa satu, tiga lima
atau tujuh dan seterusnya.
- Busana ala penganti legga dengan dodot khas
Sumenep.
- Penarinya tidak sedang dalam datang bulan
(menstruasi)
Pada saat menari, para penari memegang sebuah
cemong (mangkok kuningan) berisikan kembang aneka macam.Penari berjalan
beriringan dengan gerakan tangan sambil menabur bunga yang ada dalam cemong itu
serta diiringi gamelan khas kraton. (Lontar Madura)
“Penari Muang Sangkal dipilih perempuan karena gerakan perempuan lebih
gemulai dan lebih indah daripada laki-laki.Tidak berpasangan dengan laki-laki
karena menjaga kesucian tarian ini, dalam keadaan bergerak antara penari
laki-laki dan penari perempuan bisa bersentuhan, bila laki-laki dan perempuan
bukan muhrim bersentuhan, maka menodai sucinya tarian ini.Sama halnya mengapa
penari tidak boleh dalam keadaan haid.Jumlah penari harus ganjil karna Tuhan
itu Maha Esa.”
Jadi sangkal yang dimaksudkan pada umumnya di
Songennep adalah : bila ada orang tua mempunyai anak gadis lalu dilamar
oleh laki-laki, tidak boleh ditolak karena membuat si gadis tersebut akan
“sangkal” (tidak laku selamanya).Pada awalnya tari Mowang Sangkal agak keras
geraknya yang diiringi dengan gamelan dengan gending ”sampak” lalu mengalir
pada gending ”oramba’-orambe’” yang mengisyaratkan para putri keraton menuju ke
”taman sare”. Dan kemudian gerakannya tambah halus, gerakan yg lebih halus
inilah mengisyaratkan para putri sedang berjalan di Mandiyoso (korridor keraton
keraton menuju Pendopo Agung Keraton). Pada umumnya kostum yang dipakai adalah
warna ciri khas Songennep, merah dan kuning, karena perpaduan warna tersebut
mengandung filosofi ”kapodhang nyocco’ sare” yang maksudnya ”Rato prapa’na
bunga” (raja sedang bahagia). sedangkan paduan warna kostum merah dan hijau
atau kuning dan hijau folosofinya ”kapodang nyocco’ daun” maksudnya ”Rato
prapa’na bendhu” (Raja sedang marah).
Sumber: Lontarmadura.com
4. Tari topeng gettak
Tari Topeng Gethak merupakan
salah satu tari tradisi kerakyatan yang menjadi bagian dari seni pertunjukan
Ludruk Sandur di wilayah Kabupaten Pamekasan - Pulau Madura - Propinsi Jawa
Timur - Indonesia.
Pada mulanya tari topeng Gethak tidak dapat
dipisahkan dari pertunjukan Ludruk Sandur atau kesenian Sandur.
Kesenian Sandhur merupakan jenis kesenian
rakyat yang sangat digemari di Pamekasan Madura, khususnya dikalangan
masyarakat pedesaan. Semua pelosok daerah di Pamekasan mengenal
kesenian Sandhur ini menjadikan salah satu jenis hiburan yang memasyarakat dan
spesifik, hal ini dapat dibuktikan dari keberadaan pertunjukan seni
Sandhur pada setiap ada pesta perkawinan, khitanan ataupun hajatan lainnya.Kesenian
Sandhur menjadi tanggapan sebagai bentuk bukan sekedar hiburan, juga dalam
usaha masyarakat melestarikan tradisi yang diminati
masyarakat setempat.
Dalam pertunjukan Kesenian Sandhur, terdiri
dari 4 macam sajian kesenian yang membentuk satu reportoar
penyajian yaitu Pajuan (andhongan), Tarian Rondhing, Tari Topeng Klonoan/Getak,
dan seni portunjukan Ludruk Sandhur, yang menjadi sajian utama dari
kesenian sajian pertnjukan. Sandhur digelar dalam bentu cerita semalam
suntuk.Sedang Tari Topeng Getak merupakan salah satu tarian pembuka dalam suatu
sajian Kesenian Sandhur.
Tari Topeng Getak awalnya bernama Tari
Klonoan.Tarian ini menggambarkan tokoh Prabu Bolodewo dalam lakon Topeng
Dhalang Madura yang ditiru oleh masyarakat awam. Topeng Dhalang Madura
sendiri yang berkembang di Kabupaten Sumenep pada awalnya digelar
dikalangan kerator, namun pada proses berikutnya Topeng Dalang banyak ditonton oleh masyarakat secara
terbuka. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah kelompok atau perkumpulan Topeng
Dalang menyebar disejumlah wilayah seperti Kecamatan Kalianget,
Bantang-bantang, Dasuk, Ambunten dan lainnya.
Dalam penokohan Prabu Bolodewo,
misalnya, dalam Topeng Dhalang bagi masyarakat merupakan tokoh yang amat
sangat dibanggakan. Rasa bangga tersebut diungkapkan melalui ekspresi gerak
yang tersusun menjadi tarian.Kata klonoan berasal dari kata kelana atau
berkelana, yang bermakna Bolodewo berkelana.Tari Klonoan ini juga sebagai
isyarat pembuka sajian Kesenian Sandhur.
Dalam perjalanannya, Tari Klonoan ini berubah
nama menjadi Tari Topeng Getak. Perubahan nama ini terjadi sejak Tahun 1980,
ketika Parso Adiyanto masih menjadi mahasiswa Sekolah Tinggi Kesenian
Wilwatikta (STKW) Surabaya jurusan Seni Tari. Pada saat tugas akhir, ia
melakukan penelitian kesenian tradisi yang hidup di wilayahnya,.
Dari hasil penelitian diperoleh petunjuk
bahwa Tari Klonoan tersebut gerak-geraknya dan peralihan tiap gerak
selalu tergantung pada bunyi kendang yang berbunyi “Ge” dan “Tak”. Bunyi
kendang itulah yang mengilhami penciptaan nama Topeng Getak saat itu. Sampai
sekarang nama Klonoan tidak lagi digunakan dan berubah menjadi Topeng Getak.
Tari Topeng Getak dalam perjalanannya dari
masa ke masa tetap menyatu beriringan dalam satu sajian Kesenian Sandhur,
bahkan seolah-olah tidak lekang karena kepanasan dan tidak lapuk karena
kehujanan. Tari Topeng Getak selalu digemari oleh masyarakat di Kabupaten
Pamekasan dan bahkan berkembang ke daerah Sampang, Bangkalan dan Sumenep.
Pemerintah Daerah Kabupaten Pamekasan telah
menetapkan Tari Topeng Getak sebagai Tari Khas Unggulan Kabupaten Pamekasan.
Upaya pelestarian melalui jalur
pendidikan formal (sekolah) memang efektif dari sisi penari Topeng Getak,
tapi dari sisi musik pengiring masih mengalami krisis seniman. Sekarang satu
demi satu seniman musik pengiring Topeng Getak meninggal dunia.Upaya pengkaderan
seniman alat musik tertentu masih bisa dijalankan, namun alat musik yang sangat
dominan yaitu Sronen (terompet tradisional) sulit mengkondisikan regenerasinya,
untuk itu diperlukan pencarian metoda transformasi permainan alat tiup sronen.
Tarian Topeng Gethak mengandung nilai
fisolofis perjuangan warga Pamekasan saat berupaya memperjuangkan kemerdekaan
bangsa, Gerakan Tarian Topeng Gethak ini mengandung makna mengumpulkan masa
dimainkan oleh satu hingga tiga orang penari. Asal muasal sebelumnya nama
tarian ini bernama Tari Klonoan kata klonoan ini berasal dari kata kelana atau
berkelana, bermakna Bolodewo berkelana, dan pada akhirnya Tari Klonoan ini
Berubah nama menjadi Tari Topeng Gethak.
Sumber: Lontarmadura.com
5.
Tari Rondhing
Tari Rondhing
adalah suatu bentuk drama tari komedi tradisional, yang menggambarkan tentang
kegiatan baris-berbaris pada jaman penjajahan.
Karenanya,
seni tari asli Pamekasan, Madura, Jawa Timur ini,
disebut juga tari baris.Ada pula yang menyebutnya tari kenca’ atau hentak,
karena gerak tariannya dominan berupa gerak kaki yang dihentak-hentakkan ke
lantai.Tarian Rondhing
dipentaskan oleh enam orang penari.Biasanya, tarian ini ditampilkan pada saat
acara penyambutan tamu penting.
Tarian yang dulunya diperankan oleh penari
pria ini, sering juga ditampilkan dalam pembukaan acara pelantikan kepenguruan
organisasi social dan organisasi masyarakat.
Seperti yang ditampilkan saat acara
pelantikan pengurus Gabungan Petani Garam Rakyat (Gaspegar) Pamekasan
ini.Dengan iringan musik tradisional Ul-daul milik Sanggar seni Mella’ Ate,
yang artinya Hati Yang Terbuka, penari Rondhing memeriahkan ruang utama Pendopo
Ronggosukowati Pamekasan.
Suara alat musik Ul-daul yang didominasi
suara seruling khas Madura yang disebut Saronen ini, tampak menggema
ke seluruh sudut pendopo.
Enam penari yang seluruhnya gadis remaja ini,
tampak lincah dan tegap.Kaki-kaki mereka terus menghentak-hentak lantai marmer
pendopo.
Karena dulunya diperankan oleh kaum pria,
ke-6 penari Rondhing ini berpenampilan layaknya lelaki sejati.Mereka mengenakan
penutup kepala yang oleh orang Madura dinamakan Odheng.Mereka tak mengenakan
kain panjang, melainkan celana khas Madura yang disebut Pesak warna hitam
legam.
Baju lengan panjang yang dililit selempang,
dibalut rompi tampak gagah.Kedua kakinya mengenakan kaos kaki putih.Dan, kaki
kanan penari berhias geleng sokoh atau gelang kaki khas Madura.Saat penari
menghentakkan kakinya, suara gemerincing terpancar dari geleng sokoh ini.
Penari Rondhing makin bersemangat, saat
peniup seruling Saronen meliuk-liuk ditimpa suara kenong dan gendang.
Sumber: Lontarmadura.com
5. TARI EBLAS
Versi pertama tari Eblas
Tari Eblas Versi kini
Tari
EBLAS adalah tari kreasi tradisional yang menceritakan tentang gadis-gadis
madura yang cantik, feminin, luwes, lincah dan ceria.
Tari Eblas awal diciptakan
berangkat dari ide keberadaan Topeng sebagai sebuah karya seni unik di Jawa
Timur.Tari ini mengangkat seni Jawa-Madura yang dilahirkan dalam iklim budaya
Surabaya.
Arif Rofiq menciptakan tari
Eblas sekitar tahun 1990-an dengan konsep koreografi menggunakan topeng. Namun
seiring perkembangan jaman, banyak penari yang sangat jarang mengenakan
topengnya sehingga menonjolkan wajahnya.
Jadi tari Eblas dengan
topeng -red: Topeng Eblas- bukanlah suatu inovasi baru dari tari Eblas tetapi
justru adalah asal mula tari Eblas diciptakan.
Kostum tari Eblas sangat
bervariasi, namun intinya adalah pakaian khas bernuansa madura. Seperti: kebaya
madura, sewek/rok dengan batik madura, cemol madura, dan gelang kaki.
https://spectradancestudio.wordpress.com/2013/06/03/tari-eblas/