Postingan kali
ini berisi kumpulan tari-tarian pada masa primitif, masa dimana manusia belum
mengenal kebudayaan teknologi, dan sebagian pakar juga berpendapat bahwa masa
primitif ialah masa dimana manusia belum mengenal kebudayaan menulis. Saat ini
orang primitif sudah tidak ada namun kebudayaannya masih diwariskan oleh
keturunan guna melestarikan serta mengenang roh nenek moyang mereka. So sweet
ah. Oiya, untuk menghindari hal-hal pelecahan serta berbau SARA tarian masa
primitif saat ini disebut sebagai tari sederhana, tau kenapa? Karena semua
gerakan serta tata rias dan busananya terbuat dari bahan sederhana bahkan
menyatu dengan alam. Keren nggak sih, checkitouutt
Disusun oleh :
Nama : Nur
Inna Afiyah
NIM : 1502013...
Prodi : Pend.
Sendratasik (Tari)
Tari Perang
adalah salah satu nama tarian yang berasal dari Papua Barat. Tarian ini melambangkan
kepahlawanan dan kegagahan rakyat Papua. Tarian ini biasanya dibawakan oleh
masyarakat pegunungan. Digelar ketika kepala suku memerintahkan untuk
berperang, karena tarian ini mampu mengobarkan semangat
Tari
Perang dari masyarakat Papua Barat ini mengarah pada karya seni pertunjukkan
periode prasejarah. Masyarakat Papua, hingga hari ini tetap menjaga dan
melestarikan tarian ini sebagai bentuk penghormatan terhadap nenek moyang dan
harga diri sebuah bangsa atau suku. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan
masyarakat dan keseniannya tidak merupakan perkembangan yang terputus satu sama
lain, melainkan saling berkesinambungan. Mereka percaya bahwa sejak dahulu
nenek moyang masyarakat Papua selalu berharap, bahwa budaya yang telah
diwariskan kepada setiap generasi tidak luntur, tidak tenggelam dan tidak
terkubur oleh berbagai perkembangan zaman yang kian hari kian bertambah maju.
Seperti halnya budaya tarian-tarian yang telah mereka ciptakan dengan berbagai
gelombang kesulitan, kesusahan dan keresahan tidak secepat dilupakan oleh
generasi berikutnya.
Tarian perang Papua ini termasuk dalam tarian grup, atau bahkan bisa menjadi
tarian kolosal. Karena tidak ada batasan jumlah penari. Seperti umumnya tarian
di Papua, tarian perang pun diringi tifa dan alat musik lainnya, yang menjadi
pembeda adalah lantunan lagu-lagu perang pembangkit semangat. Dengan mengenakan
busana tradisional, seperti manik-manik penghias dada, rok yang terbuat dari
akar, dan daun-daun yang disisipkan pada tubuh menjadi bukti kecintaan masyarakat
Papua pada alam.
2. Tari Tobe
Tari Tobe sering dimainkan
saat ada upacara adat. Tarian ini dilakukan oleh 16 orang penari laki-laki dan
2 orang penari perempuan. Dengan gerakan yang melompat atau meloncat diiringi
irama tifa dan lantunan lagu-lagu yang mengentak, membuat tarian ini terlihat
sangat bersemangat. Tarian ini memang dimaksudkan untuk mengobarkan semangat
para prajurit untuk pergi ke medan perang.
Kebudayaan
suku Asmat masih tergolong asli dan belum tergerus oleh arus modernisasi.
Kebudayaan mereka sangat unik. Adalah tugas kita sebagai rakyat Indonesia untuk
melestarikan kekayaan budaya yang berlimpah dengan cara mempelajarinya dan
menyaksikan pertunjukan-pertunjukan seni daerah di pusat-pusat adat dan
kebudayaan yang tersebar di seluruh Indonesia.
3. Tarian ular
Tarian ini sangat sakral dalam kehidupan masyarakat Kamoro
di Kampung Pigapu, Papua karena merupakan penghormatan pada leluhur Kampung
Pigapu, Mapuru Puau. Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi sebelum tarian
ular digelar. Nama Mapuru Puau juga menyisakan kontraversi lantaran ada yang
menyebutnya Mapurupiyu. Tarian ular pernah dipertunjukan saat warga Pigapu
menggelar ritual adat pada peletakan batu pertama pendirian tuguh Mapuru Puau.
Selain itu hanya orang-orang tertentu, tetua adat atau
keturunan Perapoka, Mapuru, yang boleh terlibat sejak proses persiapan hingga tarian ular
dilakukan. Bila hal ini dilanggar, pelakunya bisa jatuh sakit atau mengalami
kesusahan dalam hidupnya.
Potongan batang pohon Kaukurako yang sudah dibawa pulang,
kemudian diukir dan dipahat menyerupai kepala ular. Setelah selesai, kepala
ular ini diwarnai dengan warna-warna tradisional. Bagian-bagian tubuh ular
lainnya akan dirangkai secara bertahap, dan bagian mata ular akan dipasang
paling akhir, beberapa saat sebelum tarian ular digelar.
Penduduk Pigapu percaya bahwa mata
adalah simbol kehidupan, ketika dipasang di patung ular roh ular akan hidup dan
menjaga penduduk Kampung Pigapu. Sambil menunggu hari pelaksanaan tarian,
patung ular tanpa mata ini biasanya disimpan di rumah tetua adat.
Hari pementasan tari ular pun tiba, penduduk sudah mengenakan pakaian adat lengkap dengan berbagai asesorisnya. Ada yang memakai hiasan bulu burung kasuari. Sebagian lagi mengenakan hiasan burung Cenderawasih atau daun sagu kering.
Hari pementasan tari ular pun tiba, penduduk sudah mengenakan pakaian adat lengkap dengan berbagai asesorisnya. Ada yang memakai hiasan bulu burung kasuari. Sebagian lagi mengenakan hiasan burung Cenderawasih atau daun sagu kering.
Penduduk juga melumuri tubuh mereka dengan hiasan
menggunakan kapur putih dan tanah merah. Sementara kaum perempuan menghiasi
rambut mereka dengan bunga warna-warni. Semua berkumpul di rumah panggung besar
untuk melaksanakan tarian ular. Sebelum pementasan, seorang lelaki Kamoro akan
meniup mbiti—sepotong buluh yang mengeluarkan suara lenguhan keras—untuk
mengundang seluruh penduduk agar segera berkumpul.
Sebelum patung ular dibawa keluar tetua adat memasang
mata pada patung ular. Dalam tradisi ini, hanya tetua adat saja yang boleh
membawa patung ular dan memasang mata patung ular.
Sumber: LPMAK.com
4. Tari Manaweang (Yapen Barat)
Tari manaweang berasal dari Kabupaten Yapen Barat,Papua yang menceritakan kisah seorang pemuda yang gagah dan mempunyai ilmu gaib tinggi, ilmu pemuda ini sering di sebut suanggi. Pemuda Suanggi ini suka membuat warga takut dan tidak bisa melakukan aktifitas sehari-hari seperti, nelayan dan bertani.
4. Tari Manaweang (Yapen Barat)
Tari manaweang berasal dari Kabupaten Yapen Barat,Papua yang menceritakan kisah seorang pemuda yang gagah dan mempunyai ilmu gaib tinggi, ilmu pemuda ini sering di sebut suanggi. Pemuda Suanggi ini suka membuat warga takut dan tidak bisa melakukan aktifitas sehari-hari seperti, nelayan dan bertani.
Menurut warga Yapen, setiap kali manaweang atau suanggi
muncul, maka selalu ada korban jiwa. Perbuatan manaweang ini membuat masyarakat
resah. Akhirnya kepala suku dan masyarakat sepakat untuk membunuh manaweang.
Dan upaya kepala suku serta masyarakat pun berhasil membunuh pemuda manaweang.
Setelah manaweang dibunuh, masyarakat bersuka cita, karena sudah tidak ada manaweang atau suanggi lagi, yang mengganggu mereka. Tarian manaweang ini, ditarikan oleh empat belas orang, dengan menggunakan tujuh gerakan dasar tari.
5. Tejalu Meto’e
Kampung Te Tape atau yang lebih di kenal dengan Skow,
terletak Distrik Muara Tami, Kota Jayapura. Di Kampung Skow Berdiam, Keret
Rollo, Ramela, Patipeme dan Membilong.
Salah satu ceritra yang menarik dari keempat keret tersebut adalah Suku Membilong, menurut sejarah, mereka berasal dari Wutung, Vanimo, Papua Nugini.
Salah satu ceritra yang menarik dari keempat keret tersebut adalah Suku Membilong, menurut sejarah, mereka berasal dari Wutung, Vanimo, Papua Nugini.
Kisah perjalanan Suku Membilong dari Wutung, sampai di
Skow diceritakan ulang dalam bentuk tarian Tejalu Met’o.Dengan Tarian Adat
Tejalu Met’o, Suku Membilong mencari dana, untuk pembangunan gereja. Sebelum di
lakukan tarian adat, kaum ibu dan anak-anak menghiasi tubuh mereka dengan
menggunakan daun bungga yang berwarna kuning, dan mayang pinang. Daun berwarna kuning, yang
digunakan di tubuh menandakan mama-mama yang cantik, manis, yang sudah
melahirkan anak-anak peranakan, dari Suku Membilong.
Sedangkan mayang pinang atau weja merupakan simbol
kehidupan, atau melambangkan kebiasaan masyarakan menankap udang, mecari bia
dan melaut.
alam tarian tersebut, setiap anak-anak peranakan, wajib menggunakan daun kuning, sebagai simbol, bahwa anak tersebut adalah anak peranakan yang berasal dari suku Membilong.
alam tarian tersebut, setiap anak-anak peranakan, wajib menggunakan daun kuning, sebagai simbol, bahwa anak tersebut adalah anak peranakan yang berasal dari suku Membilong.
Selain itu, mereka menggunakan kain yang bermotif Papua Nugini sebagai tanda bahwa mereka
berasal dari kampung mereka di Papua Nugini.
Dalam tarian Tejalu Met’o daun kelapa yang dipikul,
merupakan simbol layar perahu, dan pelepah kelapa sebagai dayung dayungnya.
Simbol tersebut merupakan peralatan yang dibawa suku Membilong saat bermigrasi
ke kampung Skow Yambe.Mereka juga menggunakan la atau noken dari daun kelapa
untuk menaruh ikan, dan taa sebagai kalawai untuk menangkap ikan.
Lagu yang di nyanyikan menceritkan, kehidupan anak dari suku
Membilong, yang di tinggalkan oleh orang tua, karena meninggal, dan mereka
harus mencari makan sendiri.
6. Tarian akhokoy (Yoka, Sentani)
6. Tarian akhokoy (Yoka, Sentani)
Ratusan tahun yang lalu, di Kampung Honom Papua New
Guinea, berdiam satu suku besar yang hidup dengan damai.Kedamain di
Kampung Honom terusik dengan dibunuhnya putra mahkota, anak kepala suku. Akibat
pembunuhan tersebut, Suku Honom dibagi-bagi menjadi 12 suku.
Salah satu suku dari 12 suku tersebut melakukan
perjalanan ke arah Barat hingga tiba Sentani Papua sebagai tempat perhentian
akhir mereka dan mereka namakan Kampung Yoka Hebheybulu. Tempat itu mereka
namakan Yoka yang artinya Tempat yang menghasilkan ikan.
Sumber: okezone.com
7. Turuk Langgai
Turuk
laggai itulah tarian budaya dari Mentawai adalah tarian adat yang menyimbolkan
binatang yang ada di lingkungan mereka tempati. Dalam turuk langgai, liukan
tubuh dan rentakan kaki penari mengikuti irama gendang (gajeumak) seperti
menirukan tingkah hewan seperti elang, ayam bahkan monyet
Menurut
Selester Saguruwjuw (50) tokoh masyarakat Desa Madobag, Kecamatan Siberut
Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, mereka melakukan tarian itu karena semua
aktivitas keseharian mereka selalu berkaitan dengan alam. “Semua tarian itu memiliki
makna dan arti menyatu dengan lingkungan yang mereka tempati dan memiliki
kearifan dalam menjaga lingkungannya,” ujarnya saat ditemui beberapa waktu
lalu.
Binatang
yang mereka tirukan itu memang binatang yang benar ada di sekitarnya dan mereka
lihat. Meski masyarakat Mentawai menjadikan binatang-binatang itu sebagai
santapan, mereka juga tetap menjaga pertumbuhan dan kelestarian. “Seperti monyet. Mereka
kalau ingin berburu monyet tidak sembarangan memburunya dengan panah. Mereka
harus melakukan ritual terlebih dahulu sesuai kepercayaan mereka. Tapi perlu
diingat kepercayaan mereka lakukan bukanlah kepercayaan agama saat ini, namum
kepercayaan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka yaitu Arat Sabulungan
(Kepercayaan kepada Roh-roh gaib),” terangnya.
Sumber: News.Okezone.com
8.
Tari Kuna dan Tari Rontek Singo Wulung
Tradisi
ojung merupakan sebuah tradisi yang hingga kini masih tetap dipertahankan warga
Desa Klabang, Bondowoso yang bertujuan untuk meminta turun hujan agar desa
mereka tak mengalami kekeringan ketika musim kemarau panjang tiba. Tradisi yang pada puncaknya
akan digelar sebuah pertandingan saling memukul menggunakan rotan dengan
peserta laki-laki yang berusia rata-rata antara 17 hingga 50 tahun ini dibuka
dengan dengan pergelaran dua tarian yang masing-masing bernama tarian topeng
kuna dan tarian rontek singo wulung.
Asal-usul
dari dua tarian diatas sendiri konon bermula dari sebuah tokoh desa tersebut
yang dianggap pahlawan pada masa lalu yakni Juk Seng karena kegigihannya dalam
mengusir penjajah. Juk Seng pada masa itu adalah seorang demang yang dalam
menjalankan tugasnya dibantu oleh pengikut setianya bernama Jasiman bersama
murid-muridnya. Konon pada masa itu, untuk membiayai perjuangannya melawan
penjajah Juk Seng kerap ngamen dengan menggelar pertunjukan dua tarian
tersebut. Dan karena warga tahu bahwa uang hasil dari ngamen itu akan digunakan
sebagai penunjang perjuangan maka warga pun tak segan untuk menyawer uang
mereka. Tradisi menyawer inilah yang sampai sekarang pun masih
tetap dilakukan warga ketika dua tarian ini dipentaskan, tak terkecuali ketika
dua tarian tersebut digelar pada tradisi ojung.
Begitu
tarian topeng kuna dan tarian rontek singo wulung selesai digelar barulah
kemudian warga menyiapkan sesaji-sesaji sambil membakar dupa di samping mata
air yang ada di desa itu. Setelah acara doa bersama selesai barulah kemudian
warga tumplek blek di samping mata air tersebut untuk makan bersama.
Setelah
semua ritual selesai digelar barulah kemudian acar inti pun dilaksanakan yakni
sebuah pertandingan saling memukul menggunakan rotan. Ketika wasit memberi
aba-aba, semua peserta pun dengan tangkas saling memukul badan lawannya
menggunakan rotan. Panasnya sekujur tubuh akibat lecutan rotan lawan inilah
yang konon akan mendatangkan rasa iba pada sang pemilik kehidupan untuk segera
menumpahkan air hujan agar segala panasnya badan dapat terbasuh.
Tulisan diatas menyalin dari : Upcara
Ritual Sandhur Pantel: Pembuka Pintu Langit http://www.lontarmadura.com/sandhur-pantel-pembuka-pintu-langit-2/#ixzz3ouH5c8xu
10. Tari Tor-tor
Tari
Tor-Tor (dan juga Gondang Sembilan) adalah kesenian yang berasal dari
Mandailing, Sumatera Utara.Kata “Tor-Tor” berasal suara entakan kaki penari
Tor-Tor diatas papan rumah adat Batak dan penari bergerak dengan iringan musik
Gondang yang berirama mengentak yang
dimainkan dengan instrumen tradisional seperti gondang, suling, terompet khas
batak dan lain-lain.Tujuan tari Tor-Tor itu sendiri untuk
upacara kematian, panen, penyembuhan dan pesta muda-mudi.
Menurut
sejarahnya, tor-tor sudah ada sejak abad ke 13 di Sumatera Utara.Nenek moyang
orang Mandailing diperkirakan berasal dari suku Karen yang tinggal di
perbatasan Burma dan Myanmar.Tari tor-tor digunakan dalam acara ritual yang
berhubungan dengan roh.Di masa lalu, tari ini dilakukan oleh patung-patung batu
yang telah dimasuki roh.Roh itu menggerakkan batu seperti menari namun dengan
gerakan yang kaku.Gerakan tersebut meliputi gerakan kaki (jinjit-jinjit) dan
gerakan tangan.
Pesan
dari ritual tersebut ada 3; yaitu takut dan taat pada Tuhan, ritual untuk
leluhur dan orang-orang yang masih hidup agar dihormati, dan terakhir pesan
untuk khalayak ramai yang hadir ke dalam acara.Makna tarian ini juga ada tiga
yakni untuk ritual, penyemangat jiwa dan sarana untuk menghibur. Durasi Tari Tor-tor
bervariasi, mulai dari tiga hingga sepuluh menit. Di tanah Batak, hal ini
tergantung dari permintaan satu rombongan yang mau menyampaikan suatu hal ke
rombongan lain. Dimintalah satu buah lagu pada pemusik.Jika maksud sudah
tersampaikan, barulah tarian dihentikan.Meski demikian, sama seperti kebudayaan
di dunia ini, Tari Tor-tor juga mengalami pengaruh dari luar yaitu India.
Bahkan jika ditelusuri lebih jauh pengaruhnya bisa tercatat hingga ke
Babilonia.
Gerakan dalam Tari Tor-tor
Tari Tor-tor termasuk sangat sederhana dalam hal gerakan.Para penari
tor-tor cukup membuat gerakan tangan yang cukup terbatas dengan gerakan kaki
jinjit-jinjit mengikuti iringan musik yang disebut sebagai magondangi yang
terdiri dari alat-alat musik tradisional seperti gondang, suling, terompet
batak, dan lain-lain.
Tarian tor-tor Batak ada empat
gerakan dasar (urdot) yatu :
1. Pangurdot
(yang termasuk pangurdot dari organ-organ tubuh ialah daun kaki, tumit sampai
bahu.
2. Pangeal
(yang termasuk pangeal dari organ tubuh adalah Pinggang, tulang punggung sampai
daun bahu/ sasap).
3. Pandenggal
(yang masuk pandenggal adalah tangan, daun tangan sampai jari-jari tangan).
4. Siangkupna
(yang termasuk Siangkupna adalah leher,).
Tari Tor-tor Masa Kini
Saat
ini makna dan tujuan tor-tor semakin berkembang. Tor-tor sudah tidak lagi
diasumsikan lekat dengan dunia roh. Tor-tor menjadi sebuah budaya dan seni yang
sudah dikenal masyarakat dunia sebagai budaya tanah air. Tor-tor yang
dilakukan saat ini mencakup pesta adat perkawinan, pesta peresmian rumah
parsattian, pesta tugu, pesta membentuk huta/perkampungan, bahkan kalangan
pemuda menggelar "pesta naposo"sebagai ajang hiburan dan perkenalan
(mencari jodoh). Pesta Naposo, di beberapa daerah disebut juga pesta rondang
bulan (Samosir), pesta rondang bintang (Simalungun).
11. Tari Perang Sanudhe
Tidak banyak catatan tentang tarian
suku pedalaman di Jayapura ini. Tarian Perang ini dilakukan untuk menghormati
para leluhur yang telah lebih dulu pergi, serta masih dianggap magis dan
sakral. Pada pertengahan tarian para penari lelaki akan kerasukan dan seolah
mengamuk. Tarian ini ditarikan secara kolosal dalam berbagai peringatan hari
besar suku tersebut.
12. Tari Perang Velabhea
Banyak catatan yang mengisahkan peperangan
antar suku di Papua pada jaman pra-sejarah, seperti tarian perang Velabhea, yaitu tarian yang mengisahkan perang
suku di Sentani. Masyarakat Papua menggunakan tarian perang untuk memberi
dorongan spiritual dalam menghadapi peperang. Namun seiring perkembangan zaman
dan peraturan pemerintah yang melarang keras adanya peperangan antar suku,
tarian ini kini hanya menjadi tarian penyambut tamu undangan.
13. Tari Tanju KophadangTari ini berasal dari daerah Papua pedalaman dimana tariannya di dominasi oleh gerakan kaki dan tangan, dan biasanya dipimpin oleh seorang Kepala Suku.
Gerakannya terdapat gerakan peperangan dan dipercaya mengandung daya magis apabila di tarikan oleh masyarakat disana. Awalnya tarian ini hanya di tarikan oleh 20 orang hingga seiring berjalannya waktu tari ini di kembangkan dan di tarikan secara kolosal.
14. Tari Tellu ‘Otul
Sesuai dengan namanya tarian ini ditarikan oleh tiga orang oleh suku Dani, tarian ini menceritakan kisah tentang binatang sehingga gerakannyapun menirukan gerakan binatang seperti melompat, merangkak, berjingkrak-jingkrak layaknya binatang hingga gerakan memburu yang di lakukan oleh satu orang.
Tari ini dulunya dipercaya memiliki kesakralan tetapi lambat laun hanya di tarikan sebagai seni pertunjukan hiburan disaat ada hari hari besar suku tersebut.
15. Tari Sasemba’
Tari ini merupakan sebuah tarian sakral yang dilakukan sebelum upacara adat di Papua. Tarian ini dilakukan orang penari wanita berjumlah genap dengan memakai busana dari daun pisang yang di bentuk menjadi kemben dan rok. Tari ini ditarikan dengan gerakan kaki yg yang dibuka tutup sambil di getarkan yang kemudian penari wanita akan menyanyikan sebuah lagu yang sakral, setelah itu upacara dimulai dengan menghantarkan berbagai sesajen k makam para leluhur guna meminta kedamaian di suku tersebut.
Sumber: kaskus.com
LATIHAN
1. Mengapa sebuah
tarian disebut tari primitif?
Karena tarian tersebut apabila di
telaah menurut periodisasinya dengan memperhatikan ciri, fungsi, serta busana
tarian diciptakan pada zaman Primitif (sederhana) atau zaman PraModern yaitu
zaman dimana sebelum ditemukannya teknologi.
2. Jelaskan ciri
sifat yang melekat pada tarian primitif!
Ciri sifat yang melekat pada tarian
primitif adalah magis dan sakral, biasanya tidak jauh dari sifat animisme.
3. Sebutkan fungsi
tari primitif di dalam kehidupan masyarakat!
Fungsi tari primitif di dalam
kehidupan masyarakat adalah untuk berlatih berburu, berlatih perang, meminta
hujan, maupun untuk mengiringi berbagai upacara keagamaan
4. Mengapa tarian
primitif itu ada yang disebut tari religius, tari dramatik, dan tari imitatif?
Karena berdasarkan jenisnya tari
primitif dibagi menjadi tiga yaitu : tari religius, tari dramatik, dan tari
imitatif.
5. Bagaimanakah ciri
bentuk tarian primitif?
Ciri bentuk tarian primitif adalah
gerakannya banyak meniru alam sekitar, banyak menggunakan gerakan pada tangan
dan kaki, gerakan yang sederhana, serta berulang-ulang..
6. Berilah contoh
masing-masing 2 bentuk tari primitif berdasarkan jenisnya!
ü
tari religius: Tari Pemujaan Roh dan Kesuburan
ü
tari dramatik: Tari Perang, dan Tari Percintaan
ü tari imitatif:
Tari Binatang, dan Tari Alam